Menuju Pemanfaatan Energi yang Optimum di Indonesia: Pengembangan Model Ekonomi-Energi dan Identifikasi Kebutuhan Infrastruktur Energi
1. Pendahuluan
Indonesia memiliki aneka ragam sumber daya energi dalam jumlah memadai namun tersebar tidak merata. Konsumsi energi tumbuh pesat seiring pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Sebagian besar beban konsumsi berada di Jawa, pulau yang membutuhkan banyak energi, namun yang tidak memiliki sumberdayanya sendiri dalam jumlah memadai. Sebaliknya, banyak sumber energi terdapat di tempat berpenduduk sedikit, kegiatan ekonominya belum berkembang serta berjarak cukup jauh dari Jawa.
Di tengah kekayaan sumberdaya energi yang dimiliki, Indonesia masih sangat menggantungkan konsumsi energinya pada minyak bumi, sumber energi mahal dibandingkan gas bumi maupun batubara. Lebih berharga mengekspor minyak bumi daripada mengkonsumsinya di dalam negeri; sebaliknya, lebih berharga memanfaakan gas bumi di dalam negeri daripada mengekspornya secara besar-besaran ke luar negeri.
Potensi sumber energi di Indonesia mempunyai karakteristik cadangan energi primer yang besar dan sangat beragam, ekspor sumber daya energi berperan vital terhadap ekonomi nasional, ekonomi domestik sangat sensitif terhadap fluktuasi harga energi di pasar dunia, dan permintaan terhadap energi final di dalam negeri tumbuh dengan pesat.
Komposisi pemanfaatan energi yang ideal dibutuhkan Indonesia untuk mengoptimumkan sumber-sumberdaya energi yang dimilikinya dan memadukannya dengan aneka ragam kebutuhan energi yang terdapat dalam tempat-tempat yang berbeda.
Energy mix merupakan suatu konsep/strategi yang dapat dipergunakan sebagai alat (tool) untuk mencapai pembangunan energi dan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan bauran energi (energi mix) menekankan bahwa pemanfaatan energi perlu mengoptimumkan sumber energi yang ada. Indonesia tidak boleh tergantung pada sumber energi tak terbarukan berbasis fosil (minyak, batubara, dan gas), namun harus juga mengembangkan penggunaan energi terbarukan (air, panasbumi, tenaga surya), dstnya. Kebijakan bauran energi di Indonesia perlu dikembangkan dengan memperjelas strategi, sasaran penggunaan, jumlah pemanfaatan, dan pengelolaan energi nasional, dengan mempertimbangkan potensi energi, permintaan energi, infrastruktur energi serta faktor lainnya seperti harga energi, teknologi, pajak, investasi, dsb.
Makalah ini membahas issue bauran energi yang optimum di Indonesia. Sebagian besar pendapat/temuan di sini adalah berdasarkan studi yang pernah dilakukan Direktorat Energi, Telekomunikasi dan Informatika Bappenas dengan Pengkajian Energi Universitas Indonesia. Penekanan studi pada pembuatan model dinamik ekonomi-energi nasional, proyeksi kebutuhan energi primer dan energi final serta infrastruktur energi yang harus dikembangkan hingga perkiraan biaya pembangunannya. Jenis energi yang dikaji adalah bahan bakar fosil dan energi terbarukan (renewables). Proyeksi dilakukan hingga 2020.
Alur pikir studi ditunjukkan dalam Gambar 1.
Analisis dimulai dengan membagi Indonesia ke dalam sejumlah zona, yang meliputi kelompok pulau-pulau besar, dengan Jawa (Bali dan Madura) menjadi fokus. Untuk setiap zona dapat diperkirakan kebutuhan energinya. Potensi sumberdaya energi untuk setiap zona juga dibuatkan data base-nya, dan bersama dengan kebutuhan energinya, membentuk neraca energi untuk zona tersebut.
Pola alokasi energi antara sumber-sumber energi dengan permintaan energinya sekarang dijadikan acuan dalam menentukan pola alokasi “terbaik” yang nantinya dilakukan, berdasarkan kriteria “biaya” termurah. Pada dasarnya, penambahan suatu infrastruktur energi diperlukan bila model mengindikasikan telah terjadi “gap” antara kebutuhan energi dengan kapasitas infrastruktur yang ada.
Model ekonomi-energi yang dimanfaatkan adalah INOSYD (Indonesian Energy Outlook Using System Dynamic), suatu model sistem dinamik1 yang dirintis pengembangannya oleh Pengkajian Energi UI dan Bappenas. Pemodelan dan berbagai simulasi dilakukan dengan bahasa POWERSIM.2
Berdasarkan hasil simulasi, disusun rekomendasi kebijakan energy mix yang memperhatikan sumber energi, lokasi pusat konsumen energi, dan aspek geografi/demografi. Selanjutnya, direkomendasikan pengembangan infrastruktur untuk membangkitkan dan menyalurkan energi secara efisien.
2. Pemodelan Energy Mix Indonesia
Kerangka model INOSYD ditunjukkan pada Gambar 2. Modul yang dikembangkan meliputi permintaan energi, penyediaan energi, ekonomi makro dan lingkungan. Jaringan Sistem Energi (Reference Energi System, RES) dari INOSYD disempurnaan, terutama sisi infrastruktur penyediaan energinya.
Energi primer mengalami berbagai proses sebelum dapat dimanfaatkan oleh konsumen, berupa konversi ke bentuk energi lainnya, pengilangan energi menjadi berbagai jenis fraksi bahan bakar, serta transmisi dan distribusi. Pada setiap proses, penggunaan berbagai jenis teknologi, sarana dan prasarana menimbulkan kehilangan energi, sehingga energi yang terpakai selalu lebih kecil dibanding energi primernya.
Jaringan sistem energi (RES) digunakan untuk merepresentasikan aktivitas/ hubungan dari sebuah sistem energi. RES bukan hanya sarana untuk menunjukkan energy balance, namun juga berfungsi sebagai kerangka analitis untuk memperkirakan besarnya permintaan energi. Gambar 3 memperlihatkan Jaringan Sistem Energi umum, sedangkan yang dipergunakan dalam studi ini merupakan pengembangan lanjut dari RES tersebut yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia.
2.1 Ramalan permintaan energi
Peramalan adalah pekerjaan rumit namun harus dilakukan dalam rangka perencanaan energi.
Permintaan energi dapat digolongkan menjadi permintaan energi listrik dan permintaan energi non-listrik. Sektor permintaan energi dapat dikelompokkan ke dalam industri, rumah tangga, komersial dan transportasi.
Peramalan kebutuhan tenaga listrik secara makro dilakukan dengan metode ekonometrik, yang menyatakan permintaan energi listrik (kwh) = ƒ (pertumbuhan ekonomi, tarif listrik, pertumbuhan penduduk) atau disederhanakan ke dalam persamaan regresi.
2.2 Modul penyediaan energi
Modul penyediaan energi yang dikembangkan terdiri dari modul energi primer minyak, gas, batubara, dan energi terbarukan. Analisis sistem dinamik dilakukan terhadap semua sumber energi primer yang ada. Sebagai contoh, di bawah ini dijelaskan sebagian alur pikir dan parameter yang digunakan dalam penyusunan modul penyediaan minyak dan gas bumi (Gambar 4).
Minyak dan gas bumi digambarkan sebagai aliran material dari sumber aliran ke tempat penampungan. Untuk mengalirkan dari sumber diperlukan pengontrolan laju alir. Pengontrolan kebutuhan minyak dan gas bumi dilakukan dengan mengontrol laju penemuan (eksplorasi) dan laju produksi. Kegiatan eksplorasi dan produksi merupakan struktur umpan balik (feedback loop) yang bersifat negatif (opposite). Ini karena minyak bumi dan gas bumi adalah sumber daya yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources). Kegiatan eksplorasi dan produksi mengakibatkan cadangan minyak bumi dan gas bumi mengalami penurunan, dengan penurunan yang bersifat asimptotik.
3. Simulasi dan optimasi energy mix Indonesia
INOSYD dilengkapi dengan modul optimasi untuk meminimumkan biaya suplai energy mix, dengan masukan parameter makroekonomi dan keluaran permintaan energi per jenis dan sektor, untuk energi listrik maupun non listrik. Modul optimasi dilengkapi data biaya energi (investasi, biaya O&M, dan biaya bahan bakar) untuk konversi energi maupun transportasi energi. Pekerjaan optimasi dilakukan dengan memanfaatkan modul Solver.
Simulasi dilakukan untuk memahami perilaku energi Indonesi hingga tahun 2020 berdasarkan beberapa macam perkiraan pertumbuhan ekonomi. Ramalan permintaan dilakukan untuk berbagai macam jenis energi, termasuk ekspor dan impornya. Berdasarkan ramalan permintaan dan penyediaan energi yang mungkin, disusun neraca energi (energy balance) Indonesia untuk berbagai periode.
Beberapa hasil simulasi dikemukakan di bawah ini.3
Pertumbuhan PDB 5 persen mengakibatkan pertumbuhan permintaan minyak bumi 3,8 persen, gas bumi 5,6 persen dan batubara 4,3 persen. Pertumbuhan permintaan energi terbarukan akan selalu lebih rendah dibanding energi fosil bila tidak diikuti dengan kebijakan yang tegas untuk meningkatkan penggunaannya.
Simulasi menunjukkan ekspor minyak mentah (crude oil) terus menurun dan mendekati nol pada tahun 2020. Lonjakan impor minyak mentah akan terjadi mulai 2008, karena permintaan domestik yang naik pesat. Impor produk-produk minyak (oil products) meningkat, dan minyak mentah untuk input kilang akan lebih banyak berasal dari impor.
Konsumsi gas bumi akan meningkat; karena harganya yang murah dibandingkan minyak bumi dan sifatnya yang akrab lingkungan. Batubara juga akan meningkat penggunaanya, khususnya untuk memenuhi permintaan listrik. Peningkatan permintaan kedua jenis energi ini membutuhkan dukungan pembangunan infrastruktur.
Pengaruh PDB terhadap permintaan energi non-listrik lebih sensitif untuk sektor industri dan transportasi relatif terhadap sektor rumah tangga dan komersial.
Data pangsa (share) baik energi primer maupun energi final hasil simulasi menunjukkan kecenderungan peningkatan penggunaan gas bumi dan batubara dan penurunan minyak bumi. Pangsa energi terbarukan mengalami penurunan walaupun secara absolut nilainya meningkat. Prakiraan energy mix ini dapat dipergunakan sebagai landasan kebijakan energi ke depan.
4. Analisis infrastruktur energi Indonesia
Infrastruktur energi meliputi infrastruktur konversi energi (pembangkit listrik, kilang minyak, kilang gas) serta infrastruktur transmisi dan distribusi energi (pipa minyak, pipa gas, jaringan transmisi dan distribusi listrik, dermaga minyak dan batubara, depo penyimpanan BBM dan gas, dstnya). Dikaji ketersediaan infrastruktur energi di Indonesia serta pengembangan infrastruktur energi yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi dan memanfaatkan ketersediaan sumber energi, khususnya domestik.
Kebutuhan penambahan infrastruktur diindikasikan oleh selisih permintaan energi dengan kapasitas infrastruktur yang tersedia. Untuk kilang dan pembangkit listrik secara otomatis dapat ditentukan kebutuhannya. Namun demikian lokasi kilang dan pembangkit listrik diskenariokan.
berdasarkan pertimbangan lokasi sumber energi, lokasi konsumen, biaya transportasi, dll. Untuk transportasi energi, diskenariokan jalur-jalur transmisi dan distribusi yang harus dibangun dengan mempertimbangkan rute dan biaya pembangunan termurah, dstnya. Dengan demikian, tetap dibutuhkan pertimbangan pakar (expert judgement) untuk menentukan lokasi pembangunan suatu infrastruktur.
Sebagai contoh, dengan menggunakan optimasi fraksi minyak bumi sebagai energi primer dalam pemenuhan BBM, dapat diproyeksikan kebutuhan infrastruktur konversi energi primer untuk minyak bumi, yaitu kilang minyak (refinery), dimana minyak mentah diproduksi menjadi BBM melalui proses distilasi dan konversi. Dengan memperhatikan selisih antara permintaan BBM dan kapasitas kilang yang ada serta faktor kapasitasnya ditentukan besar penambahan kapasitas kilang yang diperlukan. Selanjutnya, ditentukan besarnya investasi untuk pembangunan kilang tersebut. Untuk menggambarkan kebutuhan pengembangan infrastruktur konversi, transmisi dan distribusi energi, di bawah ini diuraikan kebutuhan pengembangan infrastruktur energi dan investainya untuk beberapa jenis energi.4
Permintaan LPG di dalam negri cenderung meningkat, dan perlu dipenuhi oleh pabrik LPG yang berasal dari kilang minyak. LPG dari kilang LNG akan menurun akibat turunnya produksi LNG. Produksi LNG Arun menurun karena penurunan cadangan gas, walaupun demikian pasokan gas untuk LNG Arun akan cukup untuk memenuhi kontrak penjualan sampai tahun 2006.
Sebagai langkah untuk pengembangan LNG perlu dibangun Kilang LNG Tangguh (2007) dan Kilang LNG Matindok (2010). Sampai saat ini produk LNG semuanya diekspor, belum ada yang dimanfaatkan di dalam negeri. Namun di masa mendatang karena menurunnya pasokan dan meningkatnya permintaan gas di Jawa, perlu dibangun LNG Receiving Terminal yang dapat dipasok, misalnya dari LNG Tangguh (Papua).5 Hingga tahun 2020, diperkirakan terdapat kebutuhan investasi sebesar 6,2 milyar US$ untuk pembangunan kilang LNG dengan kapasitas 17,74 juta ton/tahun, berlokasi di Tangguh (Papua) dan Matindok (Sulawesi).
Untuk keperluan distribusi gas bumi diperlukan tambahan jaringan pipa. Saat ini di Jawa terdapat jaringan pipa gas Cirebon – Merak dan Pagerungan – Gresik, sedang di Sumatera terdapat jaringan pipa gas Grissik - Duri dan Grissik - Singapura. Sedang dalam masa pembangunan adalah jalur pipa transmisi Sumatera Selatan – Jawa Barat. Terkait dengan pengembangan industri yang membutuhkan gas bumi sebagai bahan bakar (fuel) maupun bahan baku (feedstock), permintaan gas yang meningkat untuk pembangkit tenaga listrik, dstnya, maka perlu dibangun jaringan pipa gas regional maupun nasional.
5. Ringkasan dan Kesimpulan
Makalah ini membahas issue bauran energi yang optimum di Indonesia, dengan penekanan pada pembuatan model dinamik ekonomi-energi, proyeksi kebutuhan energi primer dan energi final serta infrastruktur energi yang harus dikembangkan, termasuk perkiraan biayanya. Jenis energi yang dikaji terutama bahan bakar fosil, dan proyeksi dilakukan hingga 2020.
Dalam makalah ini dilaporkan model ekonomi energi yang dikembangkan, ramalan permintaan energi serta beberapa hasil simulasi, khususnya yang menyangkut minyak bumi, gas bumi, batubara dan kelistrikan. Dilaporkan pula kebutuhan infrastruktur yang perlu dibangun untuk mewadahi perkembangan permintaan energi serta kapasitas supplai yang tersedia, termasuk kebutuhan biaya pembangunannya.
Selasa, 06 April 2010
Langganan:
Postingan (Atom)